Luna Tegar
Berkali – kali kakek memandangi kacamatanya. Kacamata kesayangannya yang ia beli dari gaji pertamanya sebagai seorang PNS. Bagi kakek kacamata itu sangat berharga. Karena kacamata itu seorang wanita tercantik di kantornya dapat ia dapatkan, yang sekarang menjadi istrinya. Bertahun – tahun kakek menyimpan kacamata itu dan baru pagi ini kakek membersihknnya kembali. Rencananya besok pagi kakek akan memakai kacamaa itu di acara wisuda anaknya yang terakhir.
Luna hanya mengintip dari kamarnya. Sudah hampir 15 menit ia memperhatikan kakeknya yang senyum – senyum sendiri memandangi kacamata itu di ruang keluarga. Luna ingi mendekati kakek dan meminjamkannya. Karena kakeknya tahu, Luna sangat cerobah.
Luna memutuskan diam di kamar. Ia menunggu kakeknya keluar rumah. Satu jam kemudian, Luna mendengar motor tua kakeknya berbunyi. Ia bergegas menuju jendela kamarnya dan memastikan apakah benar kakeknya sudah keluar dari rumah. Ternayata kakeknya pergi ke pasa dengan nenek. Sekarang ia tinggal sendiri di rumah. Ia pandangi punggung nenek yang sudah menaii motor. Hingga tak terlihat lagi.
Luna menghamburkan diri menuju kamar kakeknya. Ia lihat sebuah kotak kacamata yang terletak di atas meja rias kuno milik neneknya. Segera ia membuka kotak kacamata itu dan ia temukan kacamata yang baru dibersihkan oleh kakeknya itu. ia angka kacamata itu hingga sejajar dengan matanya. Ia putar kacamata itu an a pandangi semua sisinya. Dan kemudian I memakainya, senyum manis Luna terukir saat ia melihat dirinya di cermin.
“Wah, keren juga ya. Yes, aku bakalan ngumpetin kacamata ini dan aku pakai saat ulang tahun Dita nanti malam. Habis itu, baru aku kembalikan.”
Luna menari kegirangan, ia berputar – putar, melompat – lompat hingga kacamata itu jatuh. Ia masih menari – nari, lompatannya pun semakin tinggi, ia tidak sadar kalau kacamata itu sudah tidak ada di wajahnya.
Trakk.
Ia baru menyadari saat ia menginjak kacamata itu. tuuhnya diam beku, mulutnya terbuka lebar. Sesaat kemudian ia angkat kacamata itu. kacamata yang sudah terlapas dari salah satu ganggangnya.
“Ya Allah “teriak Luna.
Luna menghambur diri menuju kamarnya. Ia letakkan kacamata itu di dalam laci meja belajarnya. Kemudian, ia berlari kencang meninggalkan rumah kakeknya.
Dari usia 5 tahun, ia sudah tinggal di rumah itu. peristiwa kecelakan 3 tahun lalu membuat dia harus kehilanagan kedua orang tuanya. Anak semata wayang itu tinggal dengan kakeknya yang sangat tegas dan neneknya yang memiliki disiplin yang sangat tingga. Membuat Luna tumbuh lebih dewasa dari usianya.
xxx
Matahari tenga berkuasa di tangah langit luas. Jam tangan kakek menunjukkan pukul satu siang. Kakek dan nenek memasuki rumah. Semula mereka kira Luna sedang tidur di kamarnya karena rumah terasa sangat sepi. Tapi aat adzan Ashar berkumandang kecurigaan timbul di hati mereka. Karena biasanya Luna mengambil air wudhu dan bergegas ke mesjid untuk menunaikan sholat Ashar dan mengaji.
Kakek mencoba untuk memasuki kama Luna. Tapi yang dia lihat, kosong. Kakek mulai panil, segera ia beritahukan nenek. Mereka segera menghamburkan diri menuju rumah para tetangga untuk menanyai keberadaan Luna. Tapi tak satu pun yang melihat Luna. Leuna memang berlari sangat encang. Pagi hari. Saat semua oang subuk beraktivitas. Kakek an nenek hanya bisa pasrah berdiam diri di kamar.
Ia menunggu kakeknya keluar rumah. Satu jam kemudian, Luna mendengar motor tua kakeknya berbunyi. Ia bergegas menuju jendela kamarnya dan memastikan apakah benar kakeknya sudah keluar dari rumah. Ternayata kakeknya pergi ke pasa dengan nenek. Sekarang ia tinggal sendiri di rumah. Ia pandangi punggung nenek yang sudah menaii motor. Hingga tak terlihat lagi.
Luna menghamburkan diri menuju kamar kakeknya. Ia lihat sebuah kotak kacamata yang terletak di atas meja rias kuno milik neneknya. Segera ia membuka kotak kacamata itu dan ia temukan kacamata yang baru dibersihkan oleh kakeknya itu. ia angka kacamata itu hingga sejajar dengan matanya. Ia putar kacamata itu an a pandangi semua sisinya. Dan kemudian I memakainya, senyum manis Luna terukir saat ia melihat dirinya di cermin.
“Wah, keren juga ya. Yes, aku bakalan ngumpetin kacamata ini dan aku pakai saat ulang tahun Dita nanti malam. Habis itu, baru aku kembalikan.”
Luna menari kegirangan, ia berputar – putar, melompat – lompat hingga kacamata itu jatuh. Ia masih menari – nari, lompatannya pun semakin tinggi, ia tidak sadar kalau kacamata itu sudah tidak ada di wajahnya.
Trakk.
Ia baru menyadari saat ia menginjak kacamata itu. tuuhnya diam beku, mulutnya terbuka lebar. Sesaat kemudian ia angkat kacamata itu. kacamata yang sudah terlapas dari salah satu ganggangnya.
“Ya Allah “teriak Luna.
Luna menghambur diri menuju kamarnya. Ia letakkan kacamata itu di dalam laci meja belajarnya. Kemudian, ia berlari kencang meninggalkan rumah kakeknya.
Dari usia 5 tahun, ia sudah tinggal di rumah itu. peristiwa kecelakan 3 tahun lalu membuat dia harus kehilanagan kedua orang tuanya. Anak semata wayang itu tinggal dengan kakeknya yang sangat tegas dan neneknya yang memiliki disiplin yang sangat tingga. Membuat Luna tumbuh lebih dewasa dari usianya.
xxx
Matahari tenga berkuasa di tangah langit luas. Jam tangan kakek menunjukkan pukul satu siang. Kakek dan nenek memasuki rumah. Semula mereka kira Luna sedang tidur di kamarnya karena rumah terasa sangat sepi. Tapi aat adzan Ashar berkumandang kecurigaan timbul di hati mereka. Karena biasanya Luna mengambil air wudhu dan bergegas ke mesjid untuk menunaikan sholat Ashar dan mengaji.
Kakek mencoba untuk memasuki kamar Luna. Tapi yang dia lihat, kosong. Kakek mulai panil, segera ia beritahukan nenek. Mereka segera menghamburkan diri menuju rumah para tetangga untuk menanyai keberadaan Luna. Tapi tak satu pun yang melihat Luna. Leuna memang berlari sangat encang. Pagi hari. Saat semua oang subuk beraktivitas. Kakek an nenek hanya bisa pasrah berdiam diri di rumah mrnunggu kabar dari para pemuda di kampong itu yang berjanji kepada mereka akan berusaha menari Luna. Kakeknya adalah tokoh masyarakat yang terkenal pintar dan dermawan.berbagai masalah di kampong itu diselelesaikan oleh kakek. Para pemuda kampong itu banyak yang sangat patuh terhaap kakek.
xxx
Sore menjelang, Luna sudah sangat letih setelah sudah jauh dan lama berlari. Rumah dei umah ia datangi untuk meminta minum. Ia terus berjalan, sekarang ia mengitari sebuah pasar. Kakinya terasa sakit. Ia memutuskan untuk istirahat di depan took elektronik mlik orang Tiong Hoa.
Di sana ia melihat seoang anak Tiong Hoa seusianya tengah bercanda dengan kedua orangtuannya yang mungkin adalah pemilik toko ini. Luna terus memperhatikan, ak terasa air mata menees di pipinya.
“Mama, aku butuh Mama. Sekarang.”rintih Luna.
Pemandangan itu tak lepas dariedua mata ibu dari anak Tiong Hoa itu. segera ia masuk ke dalam tokonya dan keluar kembali memawa selembar tisu, sebotol air putih, dan sebungkus roti. Ia dekati Luna.
“Hapus air matamu cantik.”ibu itu menyerahkan tisu, sebool aor putih, dan sebungkus roti itu kepada Luna.
“Terima kasih.”
Luna segera meninggalkan toko itu karena ia tidak mau ada orang lain lagi yang measa kasihan padanya. Pendidikan yang diberikan oleh kakek dan neneknya membuatnya menjadi anak yang kuat. Ia tidak mau menyusahkan orang lain dan bergantung pada orang lain.
xxx
Seusai sholat Maghrib, kakek dan nenk memanjatkan doa. Mereka ingin cucu satu-satunya bisa selamat dan tetap dalam pelukan sang Ilahi.
“Ya Allah, lindungilah cuu kami. Genggamlah dia. Jagalah dia. Kami asih ingin menjalankan amanahMu untuk membesarkannya. Kami masih saying sama dia, ya llah.”tangis nenek pun pecah.
“Lun, kamu dimana ?”rintih kakek sambil menatap langit – langit rumahnya.
xxx
Luna terus erjalan, langkahnya tanpa arah. Ia ingin sekali pulang. Api kacamata rusak it uterus membayangi seakan melaranngnya unuk pulang. Ia belum siap memandang wjah murka kakek. Dan ia belum siap menjalani hukuman karena perbuatannya itu.
Kepala Luna mendadak sakit. Seakan hujan jarum mengahntam kapelanya. Pandangannya kabur. Luna yang mengidap penyakit typus sangat dilarang oleh neneknya untuk terlambat makan dan kelelahan. Sekejap kemudian pandangannya gelap dan tubuhnya terhempas ke jalan raya.
xxx
Jam dinding kuno yang terpajang di dinding ruang keluarga menunjukkan pukul 8 malam. Usana hening hadir di ruangan itu. kakek terus berputar – putar di uangan itu dan sesekali memandang jam dindinguno itu. dan nenek hanya bisa duduk menangis an berdoa.
Keheningan di ruang eluarga itu peah saa segerombol pemuda kamp[ung yang seharian menari Luna memasuki hlaman rumh kakek. Kakek egera berlari eluar rumah yang uga disuul oleh nenek yag memadk tangisnya berhenti. Mereka melihat anak ermp[uan yang sedang terbaring lemas di anataa para pemuda itu.
“Itu Luna. Luna cucu kita.” Kakek berusaha memberitahu nenek yang melanjutkan tabgisnya.
“Luna…”rintih nenek.
Tubuh Luna lemas terbaring di atas ranjangnya. Neneknya dan bberapa ibu – ibu yang tinggal di sekitar rumah enek mencoba menyadarkannya. Sedangkan, kakek engn seksama mendengarkan cerita aripara pemuda yang enemukan Luna.
Para pemuda sangat bersemangat mencari cucu kesayangan Pk Tegar yang terkenal sangat berwibaa. Mereka mencari Luna hingga ke pasar. Mereka berpencar dan menanyakan keberadaan lunapada orang – orang di pasar. Seorang di antara mereka mencoba bertanya pada seoran wnita Tiong Hoa. Ia mnyebutkan cirri – cirri Luna dan wanita itu mengaku melihatnya dan memberitahu kemana Luna pergi.
Para pemuda itu lekas meninggalkan pasar an menuju jalan yang dimaksud oleh wanita Tiong Hoa itu. di tengah alan mereka menemukan Luna yang tak sadarkan diri. Segera mereka membawa Luna kembali ke rumah Pak Tegar. Doa kakek dan nenk dijawab oleh Allah. Allah masih ingin melihat mereka menjalankan amanah untuk menjaga Luna. Luna gadis kecil yang hidup tanpa orang tua. Luna gadis yang tegar, seperti nama kakeknya.
Beberapa menit kemudian, Luna perlahan membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah wajah keriput neneknya. Eorang wanita yang telah melahirkan ibunya dan erawat dirinya selama ini. Wajah keriput yang basah karena air mata.
“Luna, kamu sudah sadar, Nak.”
“Nenek.”
Segera nenek memeluk Luna. Mendengar itu kakek pun berlari enuju kamar Luna. Usai nenek memeluk tubuh Luna, kini giliran kakek memeluknya. Luna masih diliputi rasa takut, tapi tasa tenagn mulai hadir saat kakek memeluknya.
“Kamu kemana aja, sayang ?” tanya kakek lembut.
“Maafin aku, Kek.”
“Minta maaf kenapa ?”
“Luna… luna mematahkan ganggang kacmata kakek.”jawab Luna gugup disusul tangisnya.
“Luna, leih baik kakek kehilangan kacamata kesayangan kkek dari pada kehilangan kamu. Kamulah harta yang paling berharga yang kakek miliki. Kakek gak mau kehilangan kamu, Lun. Terus, kenapa kamu gak juju raja sama kakek ?”
“Luna takut, Kek.”
“Kakek tahu kakek memang sangat tegas sama kamu. Tai ini semua kakek lkukan demi kebaikan kamu. Kakek gak mau kamu tumbuh sebagai anak yang rapuh. Kakek pengen tunjukkan sama dunia kalau kalau una cucu kakek tetap tegar tanpa papa dan mama. Kakek kan juga udah mengajarkanmu kalau kamu harus jujur walapun itu pedih dan jangsn pernah sekalipun kari dari masalah.”
“Maafin Luna, Kek. Luna sudah ngeewain Kakek. Luna juga mau mengucapkan erima kasih buat kakek dan nenek, selama ini sudah au jagain Luna. Luna saying sama Kakek, sama Nenek.”
xxx
Malam kian larut, rasa pegal menyerang pungungku. Menulis cerita tentan masa kecilku memang sangat menyenangkan. Dan besok aku akan menelusuri tempat – empat kenangan itu. empat tahun mengenyam pendidikan di Universitas AL – Azhar Cairo membuatku angat rindu dengan kakek an nenek. Sudah ku siapkan agenda tempat – tempat yang akan ku kunjungi jika tiba di kampungnya Luna kecil nanti. Makam kedua oangtuaku tidak luput dari agendaku.
Matahari mulai menampakkan dirinya. Aku pun sudah siap menuju bandara. Tak sabah kaki ini menginjakkan kaki di tanah air tercinta. Sesampainya di Indonesia, ku lihat nenek dan kakek dating menjemputku. Mereka yang diantar oleh Omku. Omku yang wisudanya 16 tahun ang lalu dihadiri olh kakekl tanpa kaamataitu.
Ku lihat tubuh nenek yang semakin tua. Kerudurng masih rapi menutup kelanya. Nenek yang menyambutku dengan senyuman. Senyuman yang sngat manis. Nenekku memang cantik tak jauh beda dari ibuku.
Disampingnya u lihat sosok lelaki tua yang badannya masih tegap. Raut wajahnya masih menggambarkan ketegasan dan ketegaran dalam menjalani hidup ini. Kakekku, aku sangat angga memilikinya.
“Selamat dating cucuku. Selamat dating sarjana. Selamat dating anak Al – Azhar.”kakek tertawa lepas dan memelukku.
Air mat mengalir di sela – sela mataku. Akhirnya aku berhasil membua kakek bangga. Aku berhasil melanjutkan hidup tanpa orang tuaku. Berhasil menjadi Luna yng tegar. Luna cucu Pak Tegar.
“Ayo kek kita kmakam papa sama mama.”
“Apa kamu gak mau istirahat dulu, Lun ?”
“Luna udah gak sabar, Nek. Luna pengen cepat – cepat memberitahu papa sama mama alau Luna sudh bali ke Indonesia.”
Mereka hanya ertawa.
Sesampainya di makam orang tuaku aku langsing menbacakan doa untuk mereka. Selama aku di Cairo aku hany bisa melihat fotomereka. Fto mereka satu – satunya yang maku miliki. Foto yang selalu ku bwa kemanapun aku pergi. Foto yang selalu ku pandangi saat aku merindukan mereka an sebelum ku mentup mata di setipa malamku.
Papa…
Mama…
Ini Luna. Kembali ke tanah kelahiranku.
Rasa rindu memuncak di hatiku saat ku ingat kalian.
Mencari ilmu di negeri orang membuatku semakin membutuhkan kalian.
Kalian yang member nama untukku.
Luna Tegar.
oleh Nur Rahmaniah